Bisnis beretika adalah bisnis yang mengindahkan serangkaian
nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan norma. Bisnis
disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu menggunakan
nuraninya. Apakah produk yang dijualnya baik? Apakah dia telah berpromosi
dengan tidak menipu? Dan, apakah dia telah menggunakan praktik bisnis
yang jujur?
Bisnis yang beretika memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak merugikan orang lain atau pebisnis lain
2. Tidak menyalahi aturan-aturan
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menciptakan suasana keruh pada saingan bisnis
5. Ada izin usaha yang jelas dan juga sah secara aturan dan hukum
2. Tidak menyalahi aturan-aturan
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menciptakan suasana keruh pada saingan bisnis
5. Ada izin usaha yang jelas dan juga sah secara aturan dan hukum
Namun, apakah hal-hal yang telah disebutkan diatas sudah
dipatuhi dan dijalankan oleh para pebisnis? Nyatanya tidak. Mungkin hal itu
dikarenakan cara-cara beretika dalam berbisnis saat ini sudah tidak bisa dengan
cara “jujur” atau “tidak merugikan orang lain”. Mari kita lihat contohnya
seperti bisnis vcd dan dvd bajakan.
Pola pemasaran VCD/DVD bajakan ini pun terbilang berani. Pedagang tak takut untuk menawarkan keping-keping berisi lagu maupun film tersebut kepada masyarakat. Tak hanya di pusat-pusat perbelanjaan besar, peredarannya juga mewabah hingga ke kaki lima, ke emperan toko, pasar tradisional maupun perumahan warga.
Karenanya, tak heran jika banyak muncul dugaan bahwa bisnis VCD/DVD ini mendapat bekingan dari aparat hukum maupun pemerintah. Bebasnya para pedagang menjajakan VCD/DVD bajakan, juga tak terlepas dari tingginya minat masyarakat untuk mendapatkan barang ilegal tersebut.
Di sini, muncul hubungan simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan. Padahal, masing-masing pihak tahu, bahwa menjual dan membeli barang bajakan adalah salah. Tapi semua berjalan seolah tiada beban. Berlangsung begitu saja seperti bisnis jual beli kebanyakan.
Harga yang ditawarkan untuk satu keping VCD/DVD bajakan memang sangat
terjangkau. Untuk satu keping VCD bajakan lagu Indonesia ditawarkan seharga Rp7
ribu, apabila pembeli mengambil tiga keping VCD dan DVD maka harganya
hanya Rp15 ribu. DVD permainan anak-anak pun harganya sangat terjangkau.
Peredaran VCD dan DVD bajakan di Jakarta seolah tak ada
matinya. Meski sudah sering ditertibkan oleh petugas terkait, namun para
pedagang tetap membandel. Usai dirazia, maka tak lama kemudian para pedagang
itu akan kembali membuka lapaknya.
Pola pemasaran VCD/DVD bajakan ini pun terbilang berani. Pedagang tak takut untuk menawarkan keping-keping berisi lagu maupun film tersebut kepada masyarakat. Tak hanya di pusat-pusat perbelanjaan besar, peredarannya juga mewabah hingga ke kaki lima, ke emperan toko, pasar tradisional maupun perumahan warga.
Karenanya, tak heran jika banyak muncul dugaan bahwa bisnis VCD/DVD ini mendapat bekingan dari aparat hukum maupun pemerintah. Bebasnya para pedagang menjajakan VCD/DVD bajakan, juga tak terlepas dari tingginya minat masyarakat untuk mendapatkan barang ilegal tersebut.
Di sini, muncul hubungan simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan. Padahal, masing-masing pihak tahu, bahwa menjual dan membeli barang bajakan adalah salah. Tapi semua berjalan seolah tiada beban. Berlangsung begitu saja seperti bisnis jual beli kebanyakan.
Untuk menangani permasalahan pembajakan hak cipta yang tak pernah ada hentinya seperti halnya vcd dan dvd bajakan tsb, HKI akan melakukan penggerebekan terhadap mal atau plaza yang kedapatan menjual barang bajakan. Sweeping akan dilakukan Dirjen HKI dengan bantuan Polri.
Penggerebekan akan dilakukan bagi mal yang tidak mencantumkan pemberitahuan atau mendeklarasikan sebagai mal yang bebas pelanggaran hak cipta. Mal atau plaza yang kedapatan menjual barang bajakan akan ditindak tegas Dirjen HKI sesuai dengan hukum yang berlaku.
Untuk mengatasi permasalahan pembajakan VCD, DVD, dan Blueray di mal, Ramli yang menjabat sebagai Dirjen HKI, mengimbau kepada masyarakat untuk sadar akan pelanggaran tersebut. Masyarakat harus membangun kesadaran masing-masing untuk menghormati sebuah karya dan hak cipta.
Data dari Dirjen HKI menyatakan, terhitung dari Maret 2011 sampai dengan April 2012 sudah terjadi sekitar 40 kasus pelanggaran hak cipta dan pemalsuan. Kasus tersebut di antaranya, 4 kasus pelanggaran hak cipta, 27 kasus pemalsuan merek, 7 kasus desain industri, dan 2 kasus bidang hak paten. Dari seluruh penggerebekan, petugas berhasil menyita 64.954 keping VCD, DVD, dan Blueray bajakan.
Sweeping petugas HKI bersama Polri berhasil menggerebek mal besar di Jakarta, yakni Mal Ratu Plaza di Jakarta Pusat dan Mal Ambasador di Jakarta Selatan. Kedua mal tersebut kedapatan menjual pemalsuan software komputer yang melanggar hak cipta.
Pantauan Republika, Rabu (25/4), sejumlah mal terkemuka di wilayah Tangerang, beberapa di antaranya masih terlihat menjual VCD, DVD, dan Blueray bajakan. Penjualan barang bajakan tersebut secara terang-terangan, tidak tersembunyi. Seolah-olah barang ilegal tersebut terkesan legal dan bebas diperjual belikan.
Tanggapan :
Menurut saya, tindakan yang diambil oleh HKI sudah benar,
yaitu menindak para oknum yang membiarkan pelanggaran terhadap hak cipta
terjadi. Harusnya, masyarakat juga mempunyai kesadaran terhadap pelanggaran hak
cipta karena bukan hanya pemilik dari hak cipta dari barang tersebut saja yang
dirugikan melainkan negara pun dirugikan dengan adanya pelanggaran hak cipta
itu, dalam hal ini vcd dan dvd bajakan yang beredar luas.
Dikutip dari beberapa sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar