·
Judul : Laskar Pelangi
·
Penulis : Andrea Hirata
·
Tahun Terbit :
2007
·
Penerbit :
Bentang Pustaka
·
Tebal Halaman :
544 Halaman
PENDAHULUAN
Andrea Hirata,
lahir di Belitung 24 Oktober 1982. Latar belakang pendidikannya adalah ekonomi,
namun ia sangat menggemari sains dan sastra. Edensor adalah novel ketiganya
setelah novel-novel best seller Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.
Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai akademisi
dan backpacker. Ia mendapat beasiswa untuk kuliah di Paris, Perancis.
Saat ini Andre tinggal di Bandung dan masih bekerja di kantor pusat PT. Telkom.
RESENSI NOVEL
Novel ini
mengisahkan perjuangan, semangat serta kenangan 11 anak Belitong yang tergabung
dalam ”Laskar Pelangi”: Syahdan, Lintang, Kucai, Samson, A Kiong, Sahara,
Trapani, Harun, Mahar, Flo dan sang penutur cerita – Ikal. Andrea Hirata, yang
tak lain adalah Ikal, dengan cerdas mengajak pembaca mengikuti tamasya
nostalgia masa kanak-kanak di pedalaman Belitong yang berada dalam kehidupan
kontras, yaitu kaya dengan tambang timah, tetapi rakyatnya tetap miskin dalam
kesehariannya.
Diawali saat SD
Muhammadiyah, sekolah kampung di Belitong dengan fasilitas yang sangat kurang
memadai, membuka pendaftaran untuk murid baru kelas satu. Hingga saat-saat
terakhir pendaftaran hanya 9 orang anak yang mendaftar dan siap masuk kelas di
hari pertama. Padahal sekolah yang sudah tidak layak pakai tersebut sudah
diancam untuk membubarkan diri jika murid barunya kurang dari 10 orang .Lalu,
muncul lah Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental,
yang disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di rumah.
Berkisah tentang
Lintang, seorang anak jenius yang rumahnya berjarak 40 km dari sekolah dan
dilaluinya dengan bersepeda setiap hari tanpa mengeluh. Bahkan ketika suatu
hari rantai sepedanya putus, dia rela berjalan kaki menuntun sepedanya ke
sekolah. Dan merasa bahagia karena masih mendapat kesempatan ikut menyanyikan
Padamu Negeri di jam pelajaran terakhir.
Lalu, ada Mahar
anak jenius berikutnya. Namun, yang satu ini jenius dalam bakat seni. Berkisah
tentang rutinitas membeli kapur tulis di toko yang jauh dari sekolah dan berbau
busuk, menggiring ke kisah cinta pertama Ikal kepada A Ling yang berkuku indah.
Tentang keberhasilan mereka mengangkat nama SD Muhammadiyah yang selama ini
selalu dianggap remeh dalam acara karnaval 17 Agustus dan lomba cerdas-cermat.
Tentang cita-cita Ikal. Tentang hilangnya Flo. Tentang petualangan mistis ke
Pulau Lanun menemui Tuk Bayan Tula bersama Flo dan Mahar. Dan bagian pertama
ini ditutup dengan kesedihan mendalam yang sangat mengharukan saat Laskar
Pelangi harus merelakan perginya seorang teman yang kurang beruntung.
Filicium adalah
pohon yang menjadi saksi seluruh drama kehidupan Laskar Pelangi. Pohon itu
menaungi sekolah mereka yang hampir roboh. Pohon itu menjadi markas setiap
pertemuan mereka. Membicarakan pelajaran di sekolah, merancang karya untuk
karnaval 17 Agustus, atau tempat Lintang memberi kuliah tentang ilmu fisika.
Pohon itu pulalah yang menjadi saksi kerinduan Ikal pada gadis manis keturunan
cina, anak pemillik toko Sinar Harapan yang memiliki jari lentik dan kuku
cantik.
Bagian pertama
dalam kisah tersebut mengambil rentang waktu dari hari pertama Laskar Pelangi
masuk kelas satu SD Muhammadiyah hingga empat bulan menjelang Ebtanas SMP di
gedung sekolah yang sama dengan orang-orang yang sama (dengan Flo tentunya).
Pada bagian
kedua, kisah ini melompat dua belas tahun kemudian saat Laskar Pelangi telah
menjadi sosok-sosok dewasa yang harus berjuang menggapai peruntungannya dalam
kehidupan nyata. Masing-masing menjalani suratan hidupnya yang sudah
ditetapkan. Ada yang berjalan sesuai cita-citanyanya, ada yang tidak terduga
lompatannya, ada juga yang menyerah pada nasib yang sudah tergambar jelas sejak
dahulu.
Namun pada
akhirnya, mereka semua dengan perjuangan yang keras dan gigih mendapatkan apa
yang mereka cita-citakan.
PENILAIAN NOVEL
Hal yang menarik
dari Novel ini adalah dapat mengingatkan kita agar tidak mudah putus asa jika
ingin meraih mimpi. Mengajarkan kita agar baik terhadap teman dan sesama serta
mau untuk saling membantu. Dalam Novelnya, Andrea Hirata pandai menyelipkan
pertanyaan yang terus tersirat, dari awal cerita sampai akhir ceritanya
terdapat arti dari Bahasa Melayunya dan cara membacanya. Namun, dengan segala
keindahan dan kelebihannnya, novel ini membuat para pembacanya mendapat sedikit
kesulitan karena adanya Bahasa Melayu, adanya ungkapan dan kiasan dalam kalimat
membuat cerita ini sedikit terasa sulit. Walaupun begitu, cerita ini tetap
memikat dan penuh dengan muatan pesan yang dapat direnungkan dan diterjemahkan
dengan lebih dalam.